Mukaddimah
Ada dua hal
yang seringkali terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat dan tidak banyak
diketahui oleh orang padahal keduanya memiliki implikasi yang tidak ringan
terhadap si pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat.
Hal pertama
dilarang oleh agama karena asy-Syâri', Allah Ta'ala sendiri telah
mengharamkannya atas diriNya. Ia adalah kezhaliman yang sangat dibenci dan
tidak disukai oleh sang Khaliq bahkan oleh manusia sendiri karena bertentangan
dengan fithrah mereka yang cenderung untuk dapat hidup di lingkungannya secara
berdampingan, rukun dan damai. Fithrah yang cenderung kepada perbuatan baik dan
saling menolong serta mencela perbuatan jahat dan tindakan yang merugikan orang
lain.
Dalam
berinteraksi dengan lingkungannya, manusia tak luput dari rasa saling
membutuhkan satu sama lainnya sehingga terjadilah komunikasi dan hubungan
langsung satu sama lainnya. Hal tersebut membuahkan rasa saling percaya dan
ikatan yang lebih dekat lagi. Maka dalam tataran seperti inilah kemudian
terjadi keterkaitan dan keterikatan dalam berbagai hal. Mereka, misalnya,
saling meminjamkan barang atau harta, menggadaikan, berjual-beli dan lain
sebagainya.
Manakala
hal tersebut berlanjut sementara manusia memiliki sifat yang berbeda-beda serta
memiliki kecenderungan untuk serakah -kecuali orang yang dirahmati olehNya-
sebagaimana yang disinyalir oleh sebuah hadits shahih bahwa bila manusia itu
diberikan sebuah lembah berisi emas, maka pasti dia akan meminta dua buah, dan
seterusnya; maka tidak akan ada yang menghentikannya dari hal itu selain
terbujur di tanah alias mati. Manakala hal itu terjadi, maka terjadilah pula
tindakan yang merugikan orang lain alias perbuatan zhalim tersebut. Tak heran
misalnya, terdengar berita bahwa si majikan menzhalimi pembantunya, sang
pemilik perusahaan menzhalimi buruhnya, orang tua tega menzhalimi anaknya
sendiri, suami menzhalimi isterinya, tetangga menzhalimi tetangganya yang lain
dan sebagainya.
Perbuatan
semacam ini kemudian dapat membuahkan hal kedua, yaitu pemutusan rahim alias
hubungan kekeluargaan baik antara sesama tetangga, sesama komunitas masyarakat
bahkan sesama hubungan darah daging sendiri padahal agama melarang hal itu dan
memerintahkan agar menyambung dan memperkokohnya.
Oleh karena
besarnya implikasi dan dampak dari kedua hal tersebut, maka agama tak
tanggung-tanggung menggandengkan keduanya ke dalam satu paket yang para
pelakunya nanti akan dikenakan siksaan yang pedih.
Bila
dilihat dari sisi jenis siksaannya, hal pertama memang lebih besar siksaannya
ketimbang hal kedua, karena disamping ia telah diharamkan oleh sang Khaliq
sendiri terhadap diriNya, juga taubat dari hal tersebut tidak sempurna kecuali
bila telah diselesaikan pula oleh si pelakunya terhadap orang yang terkaitnya
dengannya. Artinya, dalam batasan dosa terhadap Allah taubat tersebut diterima
bila memang taubat yang nashuh, namun bila masih terkait dengan bani Adam, maka
harus diselesaikan dahulu.
Sedangkan
hal yang kedua, bisa terhindari dari siksaan yang terkait dengannya bila
disambung kembali bahkan dampaknya amat positif bagi pelakunya.
Namun
begitu, keduanya adalah sama-sama menjerumuskan pelakunya ke dalam siksaan yang
pedih, karenanya tidak ada artinya pembedaan dari sisi jenis siksaannya atau
sisi lainnya bila hal yang dirasakan adalah sama, yakni "pedihnya
siksaan"-Nya.
Mengingat
betapa urgennya kedua permasalahan ini, maka dalam kajian hadits kali ini
(naskah aslinya adalah berbahasa Arab) kami mengangkatnya dengan harapan dapat menggugah
kita semua agar kembali kepada jalan yang benar dan menyadari kesalahan yang
telah diperbuat, bak kata pepatah "selagi hayat masih dikandung
badan".
Seperti
biasa, kajian ini tak luput dari kekhilafan dan kekeliruan manusiawi, karenanya
bila ada yang mendapatkannya -dan itu pasti ada- maka kami sangat mengharapkan
masukannya, khususnya masukan yang membangun dan positif guna perbaikan di
kemudian hari. Wamâ taufîqi illâ billâh. Wallaahu a'lam.
Naskah
Hadits
Dari Abu
Bakrah -radhiallaahu 'anhu-, dia berkata:Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam bersabda:" Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan
oleh Allah siksaannya terhadap pelakunya di dunia beserta siksaan yang disimpan
(dikemudiankan/ditangguhkan) olehNya untuknya di akhirat daripada kezhaliman
dan memutuskan rahim (hubungan kekeluargaan)' ". (H.R.
at-Turmuziy, dia berkata:"hadits hasan").
Sekilas
tentang Periwayat hadits
Beliau
adalah Abu Bakrah, seorang shahabat yang agung, Namanya Nufai' bin al-Hârits, maula
Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam.. Ketika terjadi pengepungan
terhadap Thâif, dia mendekati suatu tempat bernama Bakrah, lalu melarikan diri
dan meminta perlindungan kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam . Dia
pun kemudian masuk Islam di tangan beliau. Dia juga memberitahukan bahwa
kondisinya sebagai seorang budak, lalu beliau memerdekakannya. Dia meriwayatkan
sejumlah hadits dan termasuk Faqîh para shahabat. Dia wafat di kota
Bashrah pada masa kekhilafahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Faedah-Faedah
dan Hukum-Hukum Terkait
1.
Substansi
kezhaliman dan dalil-dalil yang mencelanya
Kezhaliman adalah kegelapan di dunia dan akhirat. Pelakunya pantas mendapatkan
siksaan yang disegerakan baginya di dunia dan dia akan melihatnya sebelum
meninggal dunia. Karenanya, banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yang
memperingatkan agar menjauhinya. Allah Ta'ala berfirman: "…Orang-orang
yang zhalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai
seorang pemberi syafa'at yang diterima syafa'atnya". (QS.
40/al-Mu'min:18). Allah juga berfirman:" Dan janganlah sekali-kali
kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh
orang-orang yang zalim..". (QS. 14/Ibrâhim: 42). Dalam firmanNya yang
lain: "Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua
tangannya, seraya berkata:'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang
lurus) bersama Rasul' ". (QS.25/al-Furqân:27).
Asy-Syaikhân meriwayatkan dari Abu Musa radhiallaahu 'anhu bahwasanya
dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
Allah menunda/mengulur-ulur terhadap orang yang zhalim (memberikannya
kesempatan-red) sehingga bila Dia menyiksanya maka dia (orang yang zhalim
tersebut) tidak dapat menghindarinya (lagi) ". Kemudian beliau
membacakan ayat (firmanNya): "Dan begitulah azab Rabbmu, apabila Dia
mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu
adalah sangat pedih lagi keras". (QS. 11/Hûd: 102).
2.
Macam-Macamnya
Kezhaliman itu ada beberapa macam dan yang paling besar adalah syirik kepada
Allah Ta'ala sebagaimana firmanNya -ketika menyinggung wasiat-wasiat Luqman
kepada anaknya- : "…Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". (QS.31/Luqmân: 13).
Diantara kezhaliman yang lain adalah:
o
Kezhaliman
terhadap keluarga dan anak-anak; yaitu tidak mendidik mereka dengan pendidikan
islam yang benar.
o
Kezhaliman
terhadap manusia secara umum; yaitu berbuat hal yang melampaui batas dan
menyakiti mereka, mengurangi hak-hak serta melecehkan kehormatan mereka.
o
Kezhaliman
yang berupa kelalaian dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum, seperti tidak bekerja secara optimal sesuai dengan tuntutan pekerjaan
atau selalu mengundur-undur kepentingan orang banyak, dan lain-lain.
o
Kezhaliman
yang terkait dengan para pekerja dan buruh; yaitu dengan mengurangi hak-hak
mereka serta membebani mereka dengan sesuatu yang tak mampu mereka lakukan.
3.
Tentang
Silaturrahim dan dalilnya
Rahim merupakan masalah yang besar dalam dienullah karenanya
wajib menyambungnya dan diharamkan memutuskannya.
Diantara indikasinya adalah sabda Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah Ta'ala (manakala) menciptakan makhlukNya hingga Dia
selesai darinya, maka tegaklah rahim sembari berkata:'inilah saat
meminta perlindunganMu dari pemutusan'. Dia Ta'ala berfirman: "Ya, apakah
engkau rela agar Aku sambungkan dengan orang yang menyambungnya denganmu dan
Aku putus orang yang memutuskannya darimu?". Ia (R ahim)
berkata:'tentu saja, (wahai Rabb-ku-red)!'. Dia Ta'ala berfirman: "hal itu
adalah untukmu". Kemudian Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
"maka bacalah, jika kalian mau (firmanNya) : "Maka apakah kiranya
jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan rahim
(hubungan kekeluargaan) [22]. Mereka itulah orang-orang yang dila'nati Allah
dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka
[23]". (QS.47/Muhammad: 22-23).
4.
Bentuk-Bentuk
silaturrahim
Silaturrahim dapat berupa :
Kunjungan,
bertanya tentang kondisi masing-masing, memberikan spirit kepada kerabat dekat
serta lemah-lembut dalam bertutur kata.
Memberikan
hadiah yang pantas, saling mengucapkan selamat bila mendapatkan kebaikan,
membantu orang yang berutang dan kesulitan dalam membayarnya, menawarkan diri
untuk hal-hal yang positif, memenuhi hajat orang, mendoakan agar diberikan
taufiq dan maghfirahNya, dan lain sebagainya.
5.
Faedah
silaturrahim dan implementasinya
Silaturrahim dapat memanjangkan umur, memberikan keberkahan
padanya, menambah harta dan mengembangkannya, disamping ia sebagai penebus
keburukan-keburukan dan pelipat-ganda kebaikan-kebaikan. Hal ini dapat
diimplementasikan dengan berupaya mendapatkan keridhaan dari Sang Pencipta,
Allah Ta'ala.
Imam al-Bukhâriy meriwayatkans dari Anas radhiallaahu 'anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:"Barangsiapa
yang ingin agar dibentangkan baginya dalam rizkinya dan ditangguhkan dalam
usianya (panjang usia), maka hendaklah ia menyambung rahimnya (silaturrahim)".
6.
Bentuk
siksaan bagi pemutus silaturrahim
Siksaan-siksaan yang Allah timpakan kepada sebagian hambaNya terkadang berlaku
di dunia, terkadang juga ditangguhkan dan berlaku di akhirat; oleh karena itu
hendaklah seorang muslim berhati-hati terhadap dirinya dan tidak menghina dosa
dan maksiat sekecil apapun adanya manakala tidak melihat siksaannya di dunia.
Renungan
Muslim yang sebenarnya adalah orang yang mencintai orang lain sebagaimana dia
mencintai dirinya sendiri. Jadi, dia senantiasa melaksanakan hak-hak mereka,
tidak menyakiti atau menzhalimi serta tidak semena-mena terhadap mereka baik
secara fisik maupun maknawi..
* * *
0 komentar:
Posting Komentar