Home » , , » INILAH DOSA DAN BAHAYA DUSTA

INILAH DOSA DAN BAHAYA DUSTA

PAI---Dalam keseharian kita mengenal istilah kebohongon, baik kebohongan individu ataupun kebohongan publik, yang marak dibicarakan diberbagai media masa. Bohong atau dusta, menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, bermakna tidak sesuai dengan hal (keadaan dsb)yang sebenarnya atau palsu. Adapaun dalam bahasa Arab, kebohongan (al-kadzibu), menurut Profesor Dr. Rawwas Qal'ahji dalam Mu'jam Lughah al-Fuqaha, adalah lawan dari kejujuran.

Allah SWT sudah menetapkan bahwa tak ada satu pun perbuatan yang yang terlepas dari hisab termasuk ucapan:

---Ayat---

Janganlah kamu mengikuti apa saja yang tidak kamu ketahui. Sungguh pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta bertanggung jawaban (TQS al-Isra' [17]: 36).

Allah SWT pun mengingatkan bahwa ada malaikat yang selalu mendampingi manusia dan mencatat apa yang keluar dari lisannya:

Tiada suatu ucapan pun yang dia ucapkan melainkan di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir (TQS Qaf [50]:18).

Kedudukan seorang hamba di akhirat kelak salah satunya juga ditentukan dari kemampuannya menjaga liasnnya, termasuk jujur dalam perkataan. Nabi saw. bersabda:

Siapa aja yang menjamin untuk apa yang ada di atara dua rahangnya dan apa yang ada diantara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga bagi dirinya. (HR al-Bukhari).

Dengan demikian kejujuran adalah bagian integral dari agama ini, bukan sekedar demi pencitraan. Kejujuran dan keimanan merupakan dua hal yang saling berdampingan. Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa bersama orang-orang yang benar/jujur. (shiddigin):

--- Ayat ---

Hai orang-orang yang beriman, bertawakallah kalian kepada Allah SWT, dan hendaklah kalian selalu bersama orang-orang yang benar/jujur (TQS at-Taubah [9]:119).

Di antara kadar keimanan seseorang ditandai dengan keteguhannya dalam menjaga lisannya agar senantiasa lurus. Nabi Muhammad saw. bersabda:

--- Ayat ---

Tidaklah lurus iman seseorang hamba sampai lurus hatinya dan tidaklah lurus hatinya sampai lurus lisannya (HR Ahmad).

Berkaitan dengan menjaga lisan, Iman Syafii rahimahullah telah berkata, "Jika seseorang mau berbicara, maka sebelum dia berbicara hendaklah berpikir. Jika tampak jelas maslahatnya maka dia berbicara. Jika dia ragu-ragu maka dia tidak akan berbicara sampai jelas maslahatnya."

Di antara lurusnya lisan adalah jujur dalam berbicara. Kejujuran ini akan mengantarkan pada kebaikan dan selanjutnya membawa pelakunya ke surga. Nabi Muhammad saw bersabda:

--- Ayat ---

"Sesungguhnya kejujuran akan membimbing menuju kebaikan dan kebaikan akan membimbing menuju surga. Sungguh seseorang akan bersungguh-sungguh berusaha untuk jujur sampai akhir ia menjadi orang benar-benar jujur." (HR. al-Bukhari).

Bahaya Dusta

Sungguh memprihatinkan sekarang ini umat Muslim menganggap kebohongan adalah sebagai hal yang biasa, bahkan dianggap sebagai bagian dari kehidupannya. Kita mengenal istilah Aplir Mop, Prank, rekayasa atau pencitraan atas suatu produk atau tokoh agar mendapatkan simpati dan mendapatkan dukungan. Hal ini berkembang di masyarakat bahkan menjadi industri tertentu. Pelaku bisnis sering membuat opini palsu tentang suatu produk agar dianggap penting oleh konsumen sehingga mereka akan mencari dan membeli produk tersebut. Jadilah produk itu harganya melambung dan membuat prestise pemiliknya. Terhadap hal ini Nabi Muhammad saw mengingatkan:

--- Ayat ---

"Para pedagang adalah tukang maksiat." Di antara para sahabat ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual beli?" Rasulullah menjawab; "Ya, namun mereka sering bersumpah, namun sumpahnya palsu." (HR Ahmad dan ath Thabari).

Meski demikian Nabi Muhammad saw. Juga menyampaikan keutamaan para pedagang yang jujur dan dapat dipercaya:

--- Ayat ---

"Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama para nabi, shiddigin dan para syuhada." (HR at-Tirmidzi).

Berdusta bukanlah karakter seorang Muslim,  melainkan ciri kemunafikan, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

--- Ayat ---

"Tanda orang munafik ada tiga: jika bicara, dusta; jika berjanji, ingka ; jika dipercaya, khianat." (HR al-Bukhari).

Diantara berkata dusta adlaah mencertiakan apa yang sebenarnya tidak ia saksikan. Artinya, ia mengarang-mengarang cerita yang kemudian disebarkan kepada orang lain.       

--- Ayat ---

"Di antara sebesar-besarnya kedustaan adalah orang yang mengaku matanya telah melihat apa yang sebetulnya tidak dia lihat." (HR al-Bukhari).

Dalam kehidupan, sering orang berdusta baik untuk keuntungan dirinya maupun untuk merampas hak orang lain, dan membuat orang lain celaka. Para koruptor memalsukan laporang keuangan, tanda bukti pembayaran, dsb. Ada juga orang-orang yang ingin menjatuhkan kehormatan seseorang dan merampas haknya tanpa takut memberikan kesaksian palsu di pengadilan maupun kepada orang lain. Padahal bersaksi palsu, apalagi untuk merampas hak sesama, adalah salah satu dosa besar yang sudah diperingatkan oleh Nabi Muhammad saw., "Perhatikanlah (wahai para Sahabat), maukah aku tunjukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?" Beliau mengatakan itu sampai tiga kali. Kemudian para sahabat mengatakan "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua." Sebelumnya beliau bersandar. Lalu beliau duduk dan bersabda, "Perhatikanla, dan perkataan palsu (perkataan dusta)." Beliau terus mengulangi hal itu (HR Muttafaq alaihi).

Dengan kesaksian palsu, pengadilan dapat memberikan keputusan yang akhirnya keliru dan merugikan orang yang tidak bersalah, atau menggugurkan hak yang semestinya menjadi miliknya. Lewat kesaksian palsu pula seorang yang tak bersalah dapat diperlakukan sebagai pesakitan, dijadikan musuh masyarakat sehingga dibenci banyak orang. Pantaslah bila Islam menempatkan kesaksian palsu sebagai dosa besar yang kelak akan menyeret pelakunya ke dalam siksa Allah SWT. "Kalian menyerahkan persengketaan kalian kepadaku. Namun, bisa jadi sebagian dari kalian lebih lihai dalam berargumen daripada yang lain. Karena kelihaian argumennya itu, lalu aku memutuskan bagi dia sesuatu hal yang sebenarnya itu adalah hak dari orang lain, maka pada hakikatnya ketika itu aku telah menetapkan bagi dirinya sepotong api neraka. Oleh karena itu, hendaknya jangan mengambil hak orang lain." (HR al-Bukhari).

Perbuatan menipu dan memperdaya orang lain akan lebih berat lagi manakala dilakukan oleh para penguasa yang menipu rakyatnya. Nabi Muhammad saw bersabda:


"Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyatnya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya." (HR Muttafaq 'alaih).

Al-Amir ash-Shan'ani di dalam Subul as-Salam menjelaskan bahwa ghissyu itu terjadi denga kezaliman dia terhadap rakyat dengan mengambil harta mereka, menumpahkan darah mereka, melanggar kehormatan mereka, menghalangi diri dari keperluan dan kebutuhan mereka, menahan dari mereka harta Allah SWT yang Allah tetapkan menjadi milik mereka yang dintentukan untuk pengeluaran-pengeluaran, tidak memberitahu mereka apa yang wajib atas mereka baik perkara agama dan dunia mereka, mengabaikan hudud, tidak menghalangi orang-orang yang membuat kerusakan, menelantarkan jihad dan lainnya yang di dalamnya terdapat kemaslahatan hamba, Termasuk mengangkat orang yang tidak melingkupi mereka dan tidak memperhatikan perintah Allah tentang mereka dan mengangkat orang yang mana Allah lebih meridhai orang lainnya padahal orang lain yang lebih diridhao oleh Allah itu ada. Hadis-hadis menunjukana haramnya al-ghisyyu (penipuan/khianat) dan bahwa itu termasuk dosa besar karena adanya ancaman terhadap (pelaku) al-ghisyyu itu sendiri.

Terhadap penguasa yang demikian, Nabi Muhammad saw. Mengingatkan, "Sungguh akan ada setelahku para pemimpin pendusta dan zalim. Siapa saja yang mendatangi mereka, kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezaliman mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak akan minum dari telagaku." (HR Ahmad). Wallahu a'lam bin ash-shawab.

Hikmah Penutup 

Rasulullah saw. bersabda:

"Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan; penghianat dipercaya, sedangkan ornag yang amanah justru dianggap sebagai penghianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara. "Ada yang bertanya. "Apa yang dimaksud Ruwaibidhah? "Beliau menjawab. "Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas." (HR Ibnu Majah). 

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Artikel