Alhamdulillah,
wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Mungkin kita
pernah menyaksikan sebagian orang ketika shalat dalam keadaan penutup kepala.
Apakah seperti ini bermasalah, artinya tidak afdhol atau bahkan tidak
dibolehkan sama sekali ketika shalat? Berikut ada pelajaran menarik dari ulama
Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) akan hal ini. Fatwa ini
lebih menenangkan karena dibangun atas kaedah yang tepat. Moga bermanfaat.
Al Lajnah Ad Daimah ditanya:
Apa hukum
shalat tanpa penutup kepala dan ini dilakukan terus menerus? Ada yang
mengatakan bahwa memakai peci (songkok) bukanlah sunnah (ajaran yang patut
diikuti) karena tidak ada hadits yang menjelaskan hal ini. Oleh karena itu
sekelompok orang mengatakan di negeri kami bahwa mengenakan peci bagi
orang yang shalat dan selainnya bukanlah ajaran yang patut diikuti.
Sampai-sampai dalam rangka melecehkan, mereka menyebut peci dengan “qith’at
qumaas” (hanya sekedar potongan kain tenun).
Al Lajnah Ad Daimah menjawab:
Pertama, pakaian termasuk dalam perkara adat dan bukanlah perkara ibadah,
sehingga ada kelapangan dalam hal ini. Pakaian apa saja tidaklah terlarang
kecuali yang dilarang oleh syari’at seperti mengenakan kain sutera untuk pria,
mengenakan pakaian tipis yang menampakkan aurat, mengenakan pakaian ketat yang
membentuk lekuk tubuh yang termasuk aurat, atau pakaian tersebut termasuk
tasyabbuh (menyerupai) pakaian wanita atau pakaian yang menjadi kekhususan
orang kafir.
Kedua, perlu diketahui bahwa kepala pria bukanlah aurat dan tidak disunnahkan
untuk ditutup baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Boleh saja seorang
pria mengenakan ‘imamah atau peci dan boleh juga ia membiarkan kepalanya tanpa
penutup kepala dalam shalat atau pun dalam kondisi lainnya. Dan perlu
diperhatikan bahwa tidak perlu sampai seseorang menjelek-jelekkan orang lain
atau melecehkannya dalam hal ini.
Wa billahit taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Sumber: Fatwa ini
ditandatangani oleh: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua;
Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku wakil ketua; Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan
selaku anggota. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan pertama no. 9422, 24/45
***
Sebagai Pembanding dapat kita ikuti Pandangan dan pendapat di bawah ini :
Ah haji. Ini
adalah usaha kias terburuk yang mereka lakukan. Bagaimana hal ini bisa terjadi,
sedangkan tidak menutup kepala ketika ihram adalah syi’ar dalam agama dan
termasuk dalam manasik, yang jelas tidak sama dengan aturan ibadah lainnya.
Seandainya kias yang mereka lakukan itu benar, pasti akan terbentur juga dengan
pendapat yang mengatakan tentang kewajiban untuk membiarkan kepala agar tetap
terbuka ketika ihram. Karena itu merupakan kewajiban dalam rangkaian ibadah
haji. [Lihat Tamamul Minnah fit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah (hal. 164-165)].
Tidak pernah disebutkan sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidak memakai tutup kepala ketika shalat kecuali
hanya ketika ihram.Barangsiapa yang menyangka beliau pernah tidak memakai
imamah ketika shalat -selain pada saat melakukan ihram-, maka dia harus bisa
menunjukkan dalilnya. Yang benar itulah yang paling berhak untuk diikuti.
[Lihat Ad-Dinul Khalish (3/214) dan Al-Ajwibah An-Nafi’ah an Al-Masa’il Al-Waqi’ah
(hal.110)].
Yang perlu disebutkan di sini adalah bahwa shalat tanpa mengenakan tutup kepala
hukumnya adalah makruh saja, dan sholat tidak batal sebagaimana yang disebutkan
oleh Al-Baghawi dan mayoritas ulama lain. Namun jangan disangka kalau hukum
sekedar makruh, oh boleh dengan bebas tidak pakai tutup kepala, tidak
demikian !! Karena ini bukan kebiasaan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan
para sahabat. [Lihat Al-Majmu’ (2/51)].
Anggapan orang awam bahwa menjadi makmum di belakang imam yang tidak memakai
tutup kepala adalah tidak boleh. Ini adalah tidak benar. Tidak bisa disangkal
kalau itu memang lebih baik tidak dilakukan, sebelum seorang imam memenuhi
semua syarat kesempurnaan shalat, dan mengikuti semua sunnah Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- . Hanya kepada Allah kita memohon perlindungan.
Sumber :
Buletin Jum’at Al- Atsariyyah edisi 75 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
0 komentar:
Posting Komentar