Home » , , , » Hakekat Syahadat “la ilaha illallah” dan Keistimewaannya

Hakekat Syahadat “la ilaha illallah” dan Keistimewaannya

KEISTIMEWAAN KALIMAT SYAHADAT

Kalimat syahadat yang sering diucapkan oleh kaum muslimin dalam kesehariannya memiliki kedudukan yang amat tinggi dan keutamaan yang istimewa di dalam agama Islam. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa kalimat syahadat adalah pintu menuju Islam. Seorang non muslim tidak akan dikatakan muslim hingga ia membaca kalimat syahadat. Selain itu, kalimat syahadat merupakan kunci untuk menuju surga Allah ta’ala.
Maka di dalam salah satu sabdanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa siapa yang akhir ucapannya adalah la ilaha illallah niscaya ia akan masuk surga. Beliau juga bersabda:

فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ.

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang berucap la ilaha illallah dengannya ia mengharap wajah Allah.” (HR. Muslim)
Kalimat syahadat juga terkenal dengan ungkapan kalimat ikhlas atau kalimat tauhid atau juga kalimat thayyibah. Sebab konsekuensi dari kalimat mulia ini bagi orang yang melafalkannya ialah, ia harus meninggalkan segala macam peribadatan kepada selain Allah dan wajib menujukan segala macam ibadah hanya kepada-Nya semata.
Atas dasar beberapa keutamaan ini, kita ketahui begitu perlu dan butuhnya kita mendalami hakekat kalimat la ilaha illallah.


MAKNA KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Mayoritas kaum muslimin mengartikan kalimat ini dengan ucapan “tiada Tuhan selain Allah”. Namun pada nyatanya tuhan itu banyak, hanya saja semua tuhan yang dijadikan sesembahan oleh kaum musyrikin adalah batil. Sedangkan Tuhan yang Haq hanyalah satu; Tuhan saya, Tuhan anda, Tuhan kita semuanya, yaitu Allah Tuhan semesta alam.
Allah ta’ala sendiri menyebutkan bahwa tuhan itu berbilang. Namun semuanya adalah batil kecuali Dia semata. Firman-Nya:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ.

“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhan yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. al-Hajj: 62)
Maka itu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak kaumnya untuk meninggalkan tuhan-tuhan mereka yang batil dan mentauhidkan Allah semata dengan serta merta mereka mengingkari dan berkata, sebagaimana yang difirmankan Allah:

أَجَعَلَ اْلآَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ.

“Mengapa ia (Muhammad) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya Ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shad: 5)

Adapun makna yang benar dari kalimat tauhid ini adalah “Tiada Tuhan yang Haq kecuali Allah” atau “Tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah,” yang mana dalam bahasa Arabnya berbunyi “Laa ma’buuda bihaqqin Illalllahu”. (asy-Syahadatan, Syaikh Abdullah Jibrin hal. 15)

Inilah makna yang benar yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk dialamatkan kepada-Nya ibadah kecuali hanya Allah semata. Sebab hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. Firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِيْ إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ.

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. al-Anbiya`: 25)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tuhan Yang Maha Menciptakan segala-galanya itulah yang berhak untuk diibadahi.” (al-Ushul ats-Tsalatsah, Syaikh Muhammad at-Tamimi).

RUKUN KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Ulama menjelaskan bahwa kalimat tauhid la ilaha illallah terdiri dari dua rukun:
Pertama: la ilaha, tiada tuhan yang haq, ini berarti menafikan atau meniadakan segala bentuk tuhan yang ada di bumi dan di langit. Kedua: illallah, kecuali Allah. Ini menetapkan bahwa satu-satunya Tuhan yang haq yang berhak untuk diibadahi hanyalah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah bertutur: “Arti (kalimat tauhid ini) ialah tiada sesembahan yang haq kecuali Allah semata. La ilaha menafikan seluruh persembahan selain Allah. Illallah menetapkan peribadatan hanya kepada-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah sebagaimana tiada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya.” (al-Ushul ats-Tsalatsah)

Siapa yang benar-benar beribadah hanya kepada Allah semata dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang baik serta ia jauh dari peribadatan kepada selain Allah, sungguh ia telah berpegang dengan tali yang kokoh. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى.

“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. al-Baqoroh: 256)

Dalam menafsirkan tali yang amat kuat adh-Dhohhak dan Sa’id bin Jubair rahimahumallah berkata, “yaitu kalimat la ilaha illallah.” (Tafsir Ibn Katsir)

SYARAT KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Syarat kalimat tauhid itu ada tujuh, ia tidak akan bermanfaat kecuali ketujuh syarat tersebut terpenuhi. (Syarah al-Ushul ats-Tsalatsah, Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 134)
Ketujuh syarat tersebut terkumpul dalam dalam sebuah bait syair berikut ini:

عِلْمٌ يَقِيْنٌ وَإِخْلاَصٌ وَصِدْقُكَ           مَعَ مَحَبَّةٍ وَانْقِيَادٍ وَالْقَبُوْلِ لَهَا

Yaitu Ilmu, yakin, ikhlas, jujur (tulus), cinta, tunduk, dan menerimanya
Sebagian ulama menambahkan satu syarat lagi sehingga jumlahnya menjadi delapan. Dalam sebuah bait syair disebutkan:

وَزِيْدَ ثَامِنُهَا الْكُفْرَانُ مِنْكَ بِمَا          سِوَى الإِلَهِ مِنَ الأَنْدَادِ قَدْ أُلِهَا

Ditambah syarat kedelapan yakni engkau kufur dengan tuhan-tuhan yang diagungkan selain Tuhan yang Esa

Berikut perincian ringkas ketujuh syarat tersebut:

Pertama: Ilmu. orang yang mengucapkan kalimat tauhid harus memahami maknanya. Lawannya adalah al-jahlu (tidak tahu). Orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan lisannya namun ia tidak memahami makna dan kensekuensinya maka kalimat itu tidak bermanfaat baginya.

Dalam sebuah hadits riwayat Muslim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Barang siapa yang meninggal dunia dan dia mengetahui bahwa tiada tuhan yang haq kecuali Allah niscaya ia masuk surga.“ (HR. Muslim).

Kedua: Yakin. Maksudnya orang yang melafazhkan syahadat ia harus meyakini kebenaran ucapannya itu. Sebagai lawannya adalah bimbang dan ragu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّيْ رَسُوْلُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيْهِمَا إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ.

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah dan bahwasanya diriku adalah rasul utusan Allah, tidaklah seorang hamba berjumpa Allah dengan dua kalimat tersebut tanpa bimbang ragu melainkan ia akan masuk surga. (HR. Muslim).

Ketiga: Ikhlas. Seorang yang menucapkannya harus mengikhlaskan atau memurnikan agama ini karena Allah ta’ala semata. Sedangkan lawannya adalah kesyirikan. Firman-Nya:

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّيْنَ. أَلاَ لِلَّهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ.

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).”(QS. az-Zumar: 2-3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ.

“Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan la ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dari hatinya.“ (HR. Bukhari).

Keempat: Jujur (tulus). Lawannya adalah dusta. Syarat ini diambil dari sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Siapa yang berkata la ilaha illallah dengan jujur (tulus) dari hatinya niscaya ia masuk surga.“ (HR. Ahmad)

Kelima: Cinta. Yaitu kecintaan yang menghilangkan lawannya yang berupa kebencian. Orang yang mengucapkan kalimat tauhid ini harus mencintainya dan mencintai orang-orang yang mencintai kalimat ini. Adapun orang yang tidak mencintainya maka ucapannya tidak bermanfaat baginya.

Keenam: Tunduk. Yaitu berserah diri dan patuh dengan perbuatan atas peribadatan kepada Allah ta’ala.  Lawannya adalah berpaling dan meninggalkan. Orang yang mengucapkan kalimat tauhid namun tidak tunduk dan patuh dengan hukum-hukum Allah dan syariat-Nya maka ucapannya tidak bermanfaat baginya.

Ketujuh: Menerima. Yaitu dengan menampakkan kebenaran kalimat tauhid dengan perkataan. Lawannya adalah menolak. Orang yang mengucapkan kalimat ini tidak boleh menolak sedikit pun dari hukum-hukum Allah. Sebaliknya, ia wajib menerima kandungan makna kalimat tauhid dengan baik.

Demikianlah penjelasan ringkas seputar kalimat la ilaha illallah. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.

Sumber: https://abumusa81.wordpress.com/2012/11/08/hakekat-syahadat-la-ilaha-illallahu/

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Artikel