MENGENAL MAKNA DAN DEFINISI TASHAWWUF

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

PAI-PendidikanAgamaIslam----Para siswa dan santri sekalian, Sebelum kita berbicara panjang lebar tetang seluk beluk dan ajaran shufi atau materi tashawwuf, terlebih dahulu kita simak megenai pengertian atau makna dan definisi tashawwuf, terutama makna atau pengertian yang telah dikemukakan oleh para tokoh shufi atau para pakar tashawwuf itu sendiri.

Penjelasan para pakar ini sangat penting sekali mengingat para itu yang dianggap paling tahu mengenai makna dan tujuan shufi ini. Sebab bila tidak berpijak pada ahlinya dikhawatirkan akan terjadi pemutarbalikan arti, penyimpangan tujuan dan ada maksud-maksud tertentu yang kurang dibenarkan. 

Penjabaran mengenai makna dan istilah shufi atau tashawwuf ini, para ahli memberikan definisi kata shufi atau tashawwuf ini secara beragam dan beraneka macam pengertian. Hal ini wajar mengingat menjawab pertanyaan atau memberikan jawaban yang definitif tidaklah mudah sebagaimana menjawab sesuatu yang positif. Banyak segi yang ditatap dan kadan jawabannya hanya melihat dari salah satu segi saja, sehingga memungkinkan penjelasan itu kurang akurat. Jawaban permasalahan definitif memungkinkan hanya dari aspek yang dianut atau yang diapresiasikannya. Kurang lengkap. Tapi bukannya jawaban dari permasalahan banyak gambaran definitif tidak bisa memberikan gambaran yang jelas, hanya gambaran yang bisa diberikan banyak yang diberikan dari beberapa jawabannya, yang masing-masing bila disatukan bisa mendekati kesempurnaan realitas di dunia.  

Pendapat berbeda-beda dan beragam yang telah dikemukakan oleh para pakar tashawwuf itu dilatar belakangi dari asal pengkajian dan sudut pandang yang beraneka ragam saja, namun pada hakikatnya adalah satu tujuan. Yaitu menjelaskan makna dan tujuan tashawwuf secara benar dan mudah difahami oleh pengikutnya.

Keterangan atau penjelasan yang beraneka ragam ini diantaranya dikemukana oleh Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh yang mengatakan bahwa : " Pada hakikatnya tashawwuf itu dapat diartikan mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani".

 



INILAH ADAB MEMBACA AL-QUR'AN YANG WAJIB KITA KETAHUI

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم





Adab Membaca Al-Quran - Al-Qur’anul Kariim adalah firman Allah SWT yang menjadikannya sebagai pedoman umat manusia dan mengajarkan, menuntun kepada petunjuk untuk mendapatkan kebaikan, keberkahan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang membaca, mempelajari, memahami dan mengamalkan Al-Quran dijanjikan Allah SWT syurga yang indah, kecukupan dalam hidupnya, kemurahan rezeki, pahala, meleburkan dosa serta dikabulkannya segala pinta dan doa yang diharapkannya. Selain itu Allah SWT menggolongkan dirinya bersama orang-orang mu’min yang mendapatkan Rahmat dan Syafa’atNya ketika hari kiamat nanti.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi ” Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang membaca dan mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya “. (HR.Bukhari)

Ada beberapa cara adab atau perilaku ketika seorang muslim membaca Al-Quran agar mendapatkan kesempurnaan dan mampu memahami serta meresap apa saja makna yang terkandung dalam tiap ayat Al-Quran :

1. Membersihkan mulut dan menggosok gigi terlebih dahulu dengan siwak

Dengan tujuan agar ketika membaca Al-Quran, mulut terasa segar dan wangi dan membaca pun dapat dilakukan enak dan tenang.

2. Mensucikan diri dengan wudhu terlebih dahulu

Berwudhu sebelum menyentuh dan membaca Al-Quran merupakan perilaku penting agar diri ini dalam keadaan suci terhindar dari hadas kecil maupun hadas besar. Karena Al-Quran merupakan Kitab suci yang harus dijaga kebersihan dan kesuciannya, seperti yang dikatakan oleh shahih Imam Haromain berkata ” Orang yang membaca Al-Quran dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, namun dia telah meninggalkan sesuatu yang utama”.(At-Tibyan, hal. 58-59)

3. Membaca dengan suara yang lembut, pelan (tartil), tidak terlalu cepat agar dapat memahami tiap ayat yang dibaca
Rasulullah SAW dalam sabda mengatakan “Siapa saja yang membaca Al-Quran sampai selesai (Khatam) kurang dari 3 hari, berarti dia tidak memahami”. (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)

Bahkan sebagian dari para Sahabat Rasulullah membenci pengkhataman Al-Quran sehari semalam, dengan berdasarkan hadits diatas. Rasulullah SAW sendiri menyuruh sahabatnya untuk mengkhatamkan Al-Quran setiap 1 minggu (7 hari) (HR. Bukhori dan Muslim) begitu pula yang dilakukan oleh Abdiullah Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit mereka mengkhatamkan Al-Quran seminggu sekali.

5. Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’, penuh penghayatan, dengan hati yang ikhlas, mampu menyentuh jiwa dan perasaan bila perlu hingga menangis

Allah SWT menerangkan pada sebagian dari sifat-sifat hambaNya yang shalih adalah “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertamba khusyu”. ( QS.Al Isra :109 ). Teteapi tidak demikian bagi seorang hambaKu dengan pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.

6. Membaguskan suara ketika membaca Al-Quran
Dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi “Hiasilah Al-Quran dengan suaramu.”(HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam pengertian dari hadits tersebut adalah membaca Al-Quran dengan baik dan benar mengerti makhroj (tanda baca), harakat ( panjang pendeknya bacaan), mengerti tajwid dsb. Sehingga tidak melewatkan hukum dan ketentuan dari membaca Al-Quran, bila sudah cukup mengerti lantunan dari tiap-tiap ayat yang dibacakan agar terdengar indah dan menyentuh Qolbu.

7. Membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah.

Dalam firman Allah SWT yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Dengan maksud membaca membaca Al-Quran dengan suara yang lirih dan khusyu’ sehingga tak perlu mengganggu orang yang sedang melakukan shalat dan tidak menimbulkan sifat Riya’. Bahkan dalam sebuah Hadist Rosululloh shollallohu ‘alaihiwasallam bersabda, “Ingatlah bahwasannya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim).


Sumber: http://belajarmembacaalquran.com/adab-membaca-al-quran/

INILAH YANG HARUS DILAKUKAN SUAMI MENURUT RASULULLAH SAW. KETIKA ISTRI HAID

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Bermesraan antara suami istri menurut Islam merupakan muamalah. Berikut inilah keterangan-keterangan dari Rasulullah saw. tentang muamalah suami istri saat sang istri haid.

Dalam Shahing Bukhari juz I kitab al-Haid, banyak diveritakan sikap dan perilaku Nabi terhadap istri-istrinya saat mereka haid. Pada uatu ketika bertuturlah Aisyah, istri Nabi yang paling muda dinikahi:

     "Aku menyisir rambut Rasulullah saw. saat aku haid,"

Ketika Rasulullah saw. beri'tikaf di masjid, Aisyah juga senantiasa menyisir rapi rambut Rasulullah dari dalam kamarnya sendiri. Memang kamarnya Aisyah bersebelahan dengan masjid dan amat dekat sekali. Rasulullah tinggal mengeluarkan kepalanya, dan Aisyah nongol dari jendela, terus menyisir rambur Rasulullah saw.

     "Rasulullah saw. pernah bersandar di pangkuanku, kata Aisyah di lain waktu, sementara aku sedang haid dan beliau sambil membaca Al-Qur'an."


Kita lihat bagaimana Rasulullah saw. bermesraan dengan istrinya, padahal ia sedang haid. Islam memang mengajarkan kelembutan dan kehalusan sikap dalam berumah tangga. JIka istri sedang haid, sang suami tidak boleh menelantarkannya, apalagi menyianyakannya.

Kita simak terus akhlak Rasulullah terhadap istri-istrinya saat mereka haid.

Ummu Salamah, istri Rasulullah yang lain, mengisahkan pula bagaimana kelembutan suaminya terhadap dirinya saat ia sedang haid. Katanya: "Ketika aku tiduran bersama Nabi dalam satu kain, tiba-tiba aku haid. Aku pun pergi diam-diam mengambil baju haidku. Ketika itu Rasulullah bertanya: Apa dinda haid? Ya, jawabku. Tak kusangka beliau memanggilku, lalu aku tiduran lagi bersamanya dalam satu selimut."

Menurut Maemunah, isteri Rasulullah yang lain lagi, apabila Rasulullah saw. hendak bermesraan dengan istrinya saat ia haid, maka beliau memerintahkan istrinya agar memakai sarung. Oleh Rasulullah saw. dimaksudkan agar darah haidnya tidak tembus keluar, lalu menempel ke pakaian Rasulullah saw.. Juga mungkin agar tidak bersentuhan langsung tubuhnya dengan tubuh Rasulullah saw., hingga gairah berhubungan suami istri tetap aman terkendali.


Itulah sebagian kecil nikmatnya kita beragama Islam. Aturan membumi dan syari'atnya manusiawi. Tapi ingat, sesudah Allah swt. Banyak memberikan karunianya-Nya, kita tidak boleh mengingkariny-Nya. Tidak pula kita meremehkan syari'atnya. Misalnya, tentu Anda sudah tahu bahwa berhubungan suami istri di siang hari Ramadhan adalah haram. Kaffaratnya juga berat. Siapa yang melakukannya ia berdosa.

Demikian pula berkenaan dengan larangan mengumpuli istri yang sedang haid. Suami dan istri sama-sama berdosa. Keduanya harus bertaubat dan mengeluarkan shadaqah. Meski tidak seberat berhubungan suami istri saat Ramadhan, namun dosa adalah dosa dan bisa membawa pelaku ke neraka Na'udzubillah.

Demikianlah tentang hubungan kemesraan suami istri dan apa yang harus dilakukan oleh seorang suami ketika istrinya sedang haid. semoga bermanfaat. terimakasih.

* * *

Cari Artikel