Masih ada di kalangan umat Islam ini yang dalam beribadah berdasarkan angan -angan atau kira-kira belaka, ada juga yang hanya berdasrakan logika semata, bahwa kalau ibadah baik dengan niat baik pasti mendapatkan pahala. Beribadah kepada Allah ada aturannya. Tidak boleh seseorang
membuat aturan-aturan tersendiri dalam melakukan ibadah. Tuntunannya
adalah al Qur’an dan Sunnah. Karena hukum asal dari ibadah adalah tidak
boleh dilakukan sampai adanya keterangan dalil.
Kita beribadah kepada Allah sebagaimana yang Allah dan Rasul-Nya
perintahkan kepada kita disertai niat yang ikhlash karena Allah.
وَمَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
“Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka menyembah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” ( QS. Al Bayyinah: 5).
Dengan lugas ayat ini menerangkan bahwa perintah
Allah kepada kita hanyalah agar kita memurnikan ibadah hanya kepadaNya
dan tidak mempersekutukan atau menyamakan Allah dengan sesuatu apapun.
Ibadah yang di dalamnya ada bentuk menyamakan Allah dengan sesuatu,
seperti orang yang berdo’a kepada Allah namun ia juga berdo’a kepada
orang yang telah meninggal seperti kiyai, ulama, syeikh, ustadz, tokoh
masyarakat yang telah meninggal, maka ia telah menduakan Allah dalam
ibadah do’a.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa berbuat suatu amalan yang bukan atas perintah kami maka amalannya ditolak” (HR Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa ibadah yang tak pernah nabi
perintahkan, akan tertolak. Artinya Allah -azza wajalla- tidak
menerimanya. Sebab Allah mengutus Rasulullah untuk diikuti. Sehingga
seorang muslim tidak boleh membuat ritual ibadah tanpa tuntunan
Rasulullah -shallallahhu ‘alaihi wasallam-.
Kesimpulan dari penjelasan di atas bahwa sebuah ibadah akan sah dengan dua syarat:
- Ikhlas karena Allah.
- Mengikuti tuntunan Rasulullah -‘alaihish shalatu wassalam.